Rabu, 26 Oktober 2011

Untuk Makwan dan Yahwan*

setiap orang punya hak untuk bersedih.
tapi, betapapun kepergian cing membuat saya sedih sekali, saya tidak boleh terlihat sedih.
walaupun sebenarnya kepura-puraan saya hanya akan jadi akting bodoh.
Sebab Makwan dan Yahwan tau saya berpura-pura.
Mereka tau setiap saya tertawa, saya tidak benar-benar ingin tertawa.
Mereka tau ketika pagi hari mata saya bengkak, saya habis menangis semalaman.
Tidak ada yang bisa saya sembunyikan dari Makwan dan Yahwan.
Tapi, akting bodoh ini adalah usaha terbaik saya.

Usaha terbaik untuk jadi anak bungsu yang diharapkan Makwan dan Yahwan.
Betapapun, Makwan dan Yahwan akan menerima saya apa adanya. Akan mencintai saya apa adanya.
Saya tidak ingin menambah beban mereka.

Makwan yang sudah sakit-sakitan itu, Makwan yang terlihat ceria namun sentimental itu, saya begitu menyayangi dia. Setiap saya iseng berkata ingin makan sesuatu (padahal sebenarnya tidak benar-benar ingin), besok hari Makwan akan memasakkannya untuk saya. Makwan yang selalu meminta pertolongan saya dengan lembut. Makwan yang begitu kelihatan bahagia dengan kepulangan saya ke rumahnya.

Yahwan yang selalu mencari kesibukan di senggangnya masa pensiun itu. Yahwan yang selalu mengingatkan saya makan, membelikan buah untuk saya, memberikan sepatu-sepatu sport kesayanganna untuk saya. Yahwan yang tidak marah walaupun saya bangun paling siang. Yahwan yang selalu jadi orang pertama menanyakan apa yang saya inginkan untuk sarapan pagi. Yahwan yang selalu melankoli pada kepulangan saya kerumahnya.

Saya harus tegar untuk mereka berdua.
Betapapun saya hancur sekarang
Bukan karena cing
cing sudah berusaha memberi yang terbaik untuk saya
tapi saya memang susah dimengerti, bahkan saya tidak mengerti diri saya sendiri.
Saya hancur karena mungkin sudah saatnya merasakan kesedihan
konsekuensi dan hidup
mungkin ini doa orang-orang yang saya sakiti
dan ini adalah sisi lain dari cinta yang begitu banyak saya terima.
Saya tidak menyalahkan cing
sungguh.


diantara kehancuran ini, saya harus tegar dan akan tetap tegar
untuk Makwan dan Yahwan
juga untuk kakak dan abang saya
bahwa saya masih bungsu mereka yang dulu
yang tegar, keras kepala dan bersemangat.
Ya, saya akan terus berjalan




*(kebiasaan orang Melayu untuk memanggil seseorang dengan menggabungkan sapaan dan nama anak sulung. Ibu= Mamak, Ayah=Ayah. Maka Ibu saya dipanggil Makwan, karena dia adalah ibu dari abang sulung saya, Ikhwan. Dengan alasan yang sama, ayah saya dipangil Yahwan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tiada kesan tanpa komentarmu...