Kamis, 29 Maret 2012

Organisasi Manusia Tanpa Anak

"Si Anum, temanmu waktu SD dulu sudah punya anak sekarang. Baru lahir kemarin sore."

Malam itu aku menelepon ibu untuk menanyakan kabarnya dan kabar asam urat yang sering mengganggu kakinya. Tapi dari suaranya, ibu terdengar baik-baik saja. Setelah kata 'halo', yang ditanyakannya bukan keadaanku, malah mengabarkan kelahiran seorang bayi.

Anum. Aku mengingat-ngingat lagi, membongkar-bongkar memori tentang teman-temanku di SD. Akhirnya ada satu wajah yang ku ingat. Ya, si Anum. Satu-satunya Anum di SD-ku. Kami sering bermain bersama di kebun kecil di samping sekolah. Membuat kolam kecil dengan menggali tanah dan mengalasinya dengan plastik lalu mengisinya dengan air. Kolam kecil yang kami isi dengan kelopak-kelopak bunga kuning yang baunya seperti tahi ayam. Kolam kecil yang kemudian dirusak orang lain.


Ah, Anum yang itu. Wajah isengnya, gaya tomboy-nya dan suaranya yang sangat mirip anak laki-laki. Dia jadi ibu sekarang? Kapan dia menikah? Dengan siapa?

"Oh ya?" jawabku kemudian pada ibu. "Wah..." aku tidak bisa menemukan ekspresi yang lebih baik. Entahlah, mungkin aku tidak tertarik pada kelahiran bayi atau terlalu lelah setelah bekerja.

"Anaknya perempuan."

"Ibu baik-baik saja, kan? Asam urat ibu masih sering kumat?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku ingin tahu kabar ibu, ayah dan rumah. setelah itu mengakhiri panggilan dan tidur.

"Baik. Kamu sendiri? Jaga kesehatan. Ingat, kamu tinggak sendiri di sana. Kalau sakit, siapa yang rawat?"

"Iya,bu." pesan ibu yang satu itu tidak pernah lupa diucapkannya sejak aku merantau ke Jakarta.

---

Begitu sampai ke kantor dan menyalakan komputer, situs pertama yang ku buka di laman jelajahku adalah Facebook. Aku sangat cinta kantorku yang demokratis ini. Tidak ada peraturan waktu, pakaian dan browsing. yang penting situs kami ter-update dengan baik.

Terpampang di beranda facebook-ku wajah seorang bayu yang masih merah. alisku berkerut mencari tau apakah foto ini tag dari orang lain atau benar-benar milik temanku. Ternyata benar, temanku, si Adi. Laki-laki yang hanya dua tahun lebih tua dari aku. sekarang dia punya anak. anaknya perempuan.


Aku tertawa-tawa mengingat bagaimana aku dan dia dulu saling goda, saling menggombali satu sama lain tanpa ada maksud apa-apa. Tanpa perasaan apa-apa, namun godaan kami sangat menusuk sehingga banyak yang mengira kami benar-benar berpacaaran.

Aku berjalan menuju pantry untuk membuat kopi, ritual pagi seperti biasa. Handphone ku berdering. sebuah pesan singkat masuk.


"Alhamdulillah, telah lahir putri kami dengan berat 2,5 kg berjenis kelamin perempuan."

aku tertawa membaca pesan itu. Ada dua alasan. Pertama, dalam waktu kurang dari 24 jam aku mendapat 3 kabar mengenai kelahiran bayi. Kedua, di pesan singkat yang dikirimi sepupuku itu tertulis kata "putri", lalu untuk apa keterangan "berjenis kelamin perempuan"?

Pagi ini kantor masih sepi. Sambil menyeruput kopi panasku aku membrowse di komputer. Aku sengaja datang lebih awal dari siapapun di ruangan ini untuk tenggelam ke dunia maya lebih lama.


Pelan-pelan ku raba wajahku yang berjerawat. Aku belum tua. Aku memang berjerawat tapi tidak berkeriput.  Namun orang-orang seumuranku sekarang sudah punya anak. Umurku baru 26 tahun. Begitu juga dengan umur mereka.

Bayi-bayi lucu itu, di sisi lain akan membuat dunia ini penuh. Dan kita, dengan kejahatan-kejahatan yang ada di kepala kita, akan mendidik bayi itu dengan cara yang salah. Dunia akan semakin kacau. Aku akan lebih sering menggeruti karena banyak orang dungu.

Ah, untuk apa aku khawatir. Aku mengaduk kopiku tanpa maksud apa-apa. Gula telah larut sejak tadi. Rasa kopi pun sudah pas. Hidup, mungkin lebih baik dibiarkan mengalir tanpa maksud apa-apa. Bukan begitu, orang-orang religius? Bukankah Tuhan telah mengatur hal sekecil apapun?


Mungkin di masa depan, aku tidak akan punya anak. Atau mungkin saja aku akan punya satu lusin anak. Entahlah. Tapi aku tidak terlalu suka keramaian. Daripada menambah jumlah manusia, bagaimana jika kita bekerja membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih asik ditinggali?


ah! benar!

Mungkin suatu saat aku akan jadi pemimpin sebuah organisasi dimana anggotanya tidak memiliki anak. bukan karena tidak ingin. Tapi menjaga dunia ini agar tidak terlalu ramai dan asik dijadikan tempat tinggal. Bukan karena tidak suka pada anak-anak, tapi ingin menyediakan tempat bermain yang lebih luas bagi mereka. Hahaha. Ide yang bagus!


Handphoneku berdering panjang. sebuah panggilan masuk.

"Halo?"

"Sayang," sapa suara di sana "kamu di kantor?"

"Ya, kenapa?"

"Lihat keluar, ada pelangi. Pagi-pagi begini, cantik sekali. Coba liat."

aku keluar dari ruanganku. Membuka jendela dan melihat sebentang pelangi yang cantik sekali.

"Waaaah, aku lupa kapan terakhir kali aku melihat pelangi secantik ini!" gumamku.

"Sayang.."

"Ya?"

"Aku sayang kamu."

"Aku juga sayang kamu."


Sepertinya ide menjadi ketua organisasi manusia tanpa anak bukan ide yang bagus. Aku ingin kawin dengan laki-laki ini. Dan punya anak yang banyak.






--Sambil mendengar lagu Desember Efek Rumah Kaca, sebuah cerpen aneh tercipta begitu saja dalam waktu setengah jam---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tiada kesan tanpa komentarmu...