Sabtu, 19 Januari 2013

Yang Maha Gelisah

Khawatir adalah salah satu emosi yang paling sering merepotkan saya. Sebuah kombinasi rasa takut, tidak sabar, sedih, tertekan dan gelisah. Semuanya bercampur, dijejalkan di hati, berdesak-desakan. Menyesakkan.


Katanya, orang yang sering khawatir dan gelisah adalah orang yang tidak beriman, orang yang jauh dari Tuhan. Baik, katakanlah begitu. Saya tidak beriman. Saya jauh dari Tuhan. Tuhan mengangkat Isa ke surganya, dan saya ditinggalkan jauh sekali. Tuhan telah naik perahu dan saya tidak diajak.


Tapi saya memang tidak bisa berhenti khawatir. Mungkin karena saya ini suka mengeluh.


Orang-orang Minang, pada beberapa hari lalu, ramai-ramai menuntut sebuah film. Katanya, tidak ada orang Minang yang beragama Katolik. Mereka marah besar, penistaan terhadap agama dan budaya jadi alasan mereka. Kemudian saya teringat teman baik saya yang bersuku Minang. Dalam sebuah kesempatan dia pernah bilang; "Jangan pernah bicara Tuhan dengan saya. Saya tidak punya urusan dengan Tuhan. Tuhan juga tidak punya urusan dengan saya."


Beberapa hari lalu, saya dengar di berita, sebuah provinsi akan menutup 6 sekolah katolik karena tidak mengajarkan Alquran. Saya jadi teringat, dua tahun lalu saya pernah mengajar di sebuah SMP Islam yang mengumandangkan ayat suci al-qur'an setiap pagi. Dan saya juga ingat persis segala konspirasi busuk di dalam sekolah itu demi mendapatkan gelar sekolah standard nasional dan RSBI. Lalu saya dipecat darisana karena banyak kritik.


Kemudian, beberapa hari sebelumnya, di linimasa twitter, orang-orang ramai memprotes pihak yang melarang pembangunan gereja. Sebuah ingatan masa kecil muncul di kepala saya. Saat itu saya berumur lima tahun. Ayah saya tergeletak di Rumah Sakit karena paru-paru basah. Macam-macam alat dan selang-selang menempel di dada beliau. Saya takut sekali kehilangan ayah yang selalu membonceng saya dengan sepeda itu. Lalu datang seorang sahabatnya, seorang pendeta. Pendeta itu berdoa dengan demikian khidmat sampai berlelehan air mata. "Tuhan... Tuhan... Aku bersaksi temanku ini orang baik. Sembuhkan dia, Tuhan." katanya sambil memegang kepala Ayahku. Beberapa hari setelah itu Ayahku sembuh. Dan sehat sampai detik ini.


Betapa minder dan tololnya! Kalau tidak ingin gereja terlihat dominan, bangunlah masjid lebih banyak! Jangan kau larang orang bikin gereja! Kalau kau ingin pelajaran Alquran lestari, tak perlu kau larang orang mengajarkan injil!





Ini semua menambah daftar kekhawatiran saya. Menjadi daftar yang sangat panjang dan hitam. Kalau begini terus, lima atau sepuluh tahun lagi, kita akan saling bunuh. Sebagaimana Hindu dan Islam di India saling bunuh.

Saya khawatir dan bingung.


Tuhan...
katanya kau Maha Besar, Maha Kuat dan Maha Segala
kenapa orang-orang ini sangat bernafsu melindungi dan membelamu?
bukankah jika kau mau, kau bisa dengan mudah membela dirimu,
Wahai sang maha pemberi gelisah?

Bukankah tidak selembar daunpun jatuh tanpa kuasamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tiada kesan tanpa komentarmu...