Rabu, 18 April 2012

Wawancara

(anggap saja ini makanan ringan yang tidak mengandung alkohol)

Pewawancara : Halimah Kepo (HK)
Narasumber   : Halimah Sok Artis (HSA)


HK : "Halo, Halimah. Gimana kabarnya?"

HSA : "Kabar siapa? Kalau yang kamu tannya kabar saya, harusnya kamu tanya 'gimana kabarmu?' bukan 'kabarnya'. -nya itu untuk orang ke-tiga."

HK : "Loh, yang penting kamu ngerti maksudnya kan? Itu kan tujuan dari komunikasi."

HSA : "Oke, kamu cukup pintar. Kabarku baik."

HK : "Kamu selalu tampak baik. Selalu tampak bahagia. Apa resepnya?"

HSA : "Loh? Aku dikelilingi orang-orang baik. Kepalaku dipenuhi hal-hal indah. Kenapa harus sedih?"

HK : "Jadi kebahagiaan itu sudut pandang, bukan keadaan?"

HSA : "Exactly. Tos dulu!"



(mereka tos)


HK : "Sibuk apa belakangan ini?"

HSA : "Nulis. Secara ya, sekarang sedang bekerja sebagai penulis dan penerjemah untuk media online. Love this job. nulis untuk blog juga. psssst... blog ini trafficnya meningkat pesat loh. hehehehe. Kebahagiaan luar biasa bagi saya ketika tulisan saya disukai orang lain."


HK : "Wow! Kamu hidup dengan melakukan hal yang kamu suka! asik ya?"

HSA : "Totally."

HK: "Terus, kamu lagi aktif di komunitas.... em, komunitas apa itu namanya?"

HSA : "Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan. KOPPAJA."

HK : "Ha! Ya!  Gimana? Asik gak?"

HSA : "Asik. Aku mau memperjuangkan komunitas ini untuk menjadi sesuatu yang besar. gak bisa dipungkiri, beberapa bagian dari hati saya, masih ingin jadi guru."

HK: "Hahaha, ingat masa-masa kamu jadi guru SMP itu ya?"

HSA : "Di satu sisi itu pengalaman manis, di sisi lain itu pengalaman pahit."

HK : "Karena kamu dikucilkan oleh guru-guru di sana?"

HSA : "Bukan, karena saya melihat borok-boroknya dunia pendidikan tepat di mata saya."

HK : "Nyesel gak udah bersikap 'arogan' dan akhirnya dipecat?"

HSA : "Itu tindakan terkeren kedua yang pernah saya lakukan setelah daftar ke Institut Kesenian Jakarta tanpa bekal uang dan izin dari orang tua."

HK : "Tapi keduanya berujung kegagalan, kan?"

HSA : "So what? Yang penting aku berhasil mengalahkan ketakutanku sendiri."

HK : "Kamu tidak sedih?"

HSA : "Kamu kira saya malaikat? Saya menangis dua hari penuh setelah tau saya lulus di IKJ dan harus rela meninggalkan kampus impian saya itu!"

HK : "Maaf-maaf. Boleh kita lanjut. saya janji saya gak akan ngasi pertanyaan yang bikin emosi lagi."

HSA : "Yuk."

HK : "Kamu sudah punya pacar?"

HSA : "KAMU MAU SAYA LEMPAR PAKE ASBAK? HAH?"

HK: "Maaf-maaf."

HSA : "Lanjut."

HK : "Kamu takut jatuh cinta lagi?"

HSA : "Saya ini keras kepala. Saya ini susah kapok. Saya orangnya penasaran. Mana mungkin saya takut jatuh cinta lagi?"

HK: "Terus, kenapa gak punya pacar ?"

HSA : "KAMU BENERAN MAU SAYA LEMPAR PAKE ASBAK? HAH?"

HK : "Maaf banget. Maaf. Pertanyaan terakhir deh."

HSA : "Silahkan."

HK : "Kamu bener lagi deket sama Shah Rukh Khan?"

HSA : "Hahahaha. deket sih iya. pacaran, enggak. Doakan saja."

HK : "Dasar orang gila!"

HSA : "You too!"

Jumat, 13 April 2012

It's Raining Outside*

(Ini puisi dibuat kira-kira setahun lalu. Salah satu bukti otentik bahwa jatuh cinta itu indah dan sederhana)


di luar sini hujan

boleh aku masuk ke hatimu?

izinkanlah, aku akan masuk tanpa mengambil apa-apa

tanpa menyentuh apa-apa





di luar sini hujan

boleh aku berteduh di alismu?

berselimut di kelopak matamu

berenang di air matamu

tenggelam dalam dukamu





di luar sini hujan

boleh aku menyerahkan takdirku pada lengkung bibirmu?

tersenyum setiap kali kau tersenyum

tertawa setiap kali kau tertawa





di luar sini hujan

dingin sekali

boleh aku tetap merindukanmu?

karena hanya dengan merindukanmu seluruh rongga dada menghangat





di luar sini hujan

boleh aku masuk ke kamarmu?

hanya ingin merapatkan selimutmu

dan memastikan kau hangat di dalam sana







Cibodas-Jakarta

02 Januari 2011


(*diambil dari judul lagu Soko, solois asal Perancis)


Selasa, 03 April 2012

Payung Teduh, teruslah sederhana

-Sebuah Review atau mungkin buku harian-

(-dan review tidak pernah se-bodoh ini. Maklum, yang nulis amatiran.)

Hujan deras mengamuk di kota Bekasi siang itu. Jam di ponsel saya menunjukkan pukul 2. Anak-anak didik saya di KOPPAJA (Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan) masih sibuk dengan tali-tali, mereka sedang merangkai gelang. Setidaknya jam 3 nanti, saya harus berangkat dari sini agar sampai di Kemang tepat waktu. terlebih, saya kurang tahu letak Aksara dimana.

Hari itu, bisa jadi adalah hari yang ditunggu-tunggu banyak orang-orang yang rindu pada keteduhan. Hari itu adalah hari rilisnya album kedua Payung Teduh. Band sendu satu ini beberapa minggu terakhir tidak pernah lekang kepala saya. Jika view di video Resah yang ada di youtube bertambah drastis, itu mungkin adalah kerjaan saya. Membuka situs youtube dan mengetik kata kunci 'Payung Teduh' adalah ritual kedua yang saya lakukan begitu sampai di kantor setelah menyalakan komputer.


Dunia Batas. Hari ini, setelah penantian panjang, album itu akan diluncurkan. Namun semakin sore, hujan makin hebat mengamuk. setelah menyelimuti tas saya dengan cover bag dan melepas kaca mata, saya nekat menembus hujan. Untuk apa takut hujan? Toh, saya akan bertemu dengan Payung Teduh.



---
"Ke Kemang, Pak." ucap saya pada supir taksi. dia mengangguk, dari spion tampak mata tuanya yang ramah. kami sedikit bercerita tentang kenaikan bbm dan anaknya yang ingin kuliah.

Setelah berputar dua kali mengelilingi McD Kemang, akhirnya saya menemukan Aksara. Saya datang sendiri, berhubung saya sedikit sial. Sejak dulu sekali (saya bahkan lupa sejak kapan), selera musik saya selalu berbeda dengan orang-orang sekitar saya. Hasilnya, saya terbiasa menghadiri gigs sendirian. The Upstairs, SORE, White Shoes and The Couples Company, Rumah Sakit, Bangku Taman, entah sudah berapa kali saya  datang ke gigs sendirian.


Hari itu, Aksara penuh. pertama kali masuk ke Aksara saya mendapati Comi dengan baju lengan panjang ungu dan celana batik-nya. Ingin rasanya saya sapa, tapi malu. Sore itu saya sedang 'enggak banget'. Sendal gunung North Face yang kumal karena terkena hujan, baju acak-acakan karena beberapa kali ditarik-tarik anak didik saya, minta digendong.


tampak barisan anak-anak muda sudah berdiri terpana melihat penampilan Anehabis. Itu adalah kali pertama saya melihat penampilan band yang sama sekali tidak aneh itu. Tapi sudah sejak lama, dan sempat saya bilang pada Adink, kalau dia dan Mondo adalah kombinasi yang sempurna. Benar saja, Anehabis tampil memukau. Namun sayang ketika saya datang mereka sedang menyanyikan lagu terakhir.


Lagu pertama yang ditampilkan Payung Teduh setelah pemotongan tumpeng adalah "Cerita Tentang Gunung dan Laut". Grogi tampak jelas di wajah Is, sang vokalis.beberapa kali dia berhenti bicara dan menghela napas. gugup itu mungkin kombinasi antara rasa bahagia, tidak sabar dan haru. itu yang saya tangkap. Comi berkali-kali melemparkan senyum ke penonton. Cito beberapa kali menurunkan kupluknya hingga menutup mata, dan menaikkannya lagi. Entah kenapa wajahnya memancarkan raut "orang iseng dan tidak sabaran". Ivan tampak tenang, tidak menoleh kemana-mana, berkonsentrasi dengan okulele-nya. 

Pemandangan itu sangat teduh sekali. Mereka tidak seperti kebanyakan band lainnya. Sederhana adalah kata paling sempurna untuk menggambarkan mereka. Dengan sederhana mereka mengucapkan terima kasih yang tulus ke beberapa pihak. Dengan sederhana mereka menghanyutkan semua orang di Aksara hari itu. Dengan sederhana mereka menciptakan sihir. Dengan sederhana mereka menghangatkan senja mendung itu.


Hari itu tata panggung dan pencahayaan sangat unik. Saya jadi teringat pementasan teater, bukan gigs. di lagu pertama muncul sinden cantik dengan suaranya yang bikin merinding. dan yang tidak kalah menarik adalah barisan lima gadis cantik yang menjadi backing vokal. Indah sekali.


Secara sederhana, Aksara sore itu hanyut dalam nada. Saya memang pengangum nada. Tapi saya pemujua kata. salah satu yang menyebabkan saya jatuh cinta pada Payung Teduh adalah lirik mereka yang begitu "sastra".

Petikan gitar Is, dentuman bass Comi, hentakan drum Cito dan iringan okulele Ivan adalah harmonisasi sempurna. Tapi itu bukan kekuatan utama mereka. Kekuatan utama Payung Teduh justru kesederhanaan. Lirik lagu mereka yang begitu indah dan puitis tersampaikan dengan sederhana. Payung Teduh tidak berhenti pada tahap menampilkan, tapi mereka menyampaikan. Mendengarkan Payung Teduh, bagi saya seperti sedang diajak berdialog dengan seorang teman yang cerdas dan bijaksana. 


Mendengarkan Payung Teduh seperti diingatkan bahwa tidak ada yang perli dicemaskan, "Biarlah".  Mendengarkan Payung Teduh, saya diajari untuk berteman dengan sepi daripada mengutukinya, sebab sunyipun bisa bernyanyi, "sunyi ini merdu seketika".

Entalah, bagi saya, musik ini yang saya cari. Musik yang penuh kesederhanaan dan indah.


Payung Teduh adalah jendela. Dari jendela itu saya bisa melihat hujan yang indah, daun-daun gugur, orang-orang yang rindu, orang yang menanti, aspal basah yang dramatis, pelangi yang sebentar lagi muncul, dingin yang pas untuk berselimut. Sesekali saya bisa melihat pantulan wajah saya di jendela itu. Bukankah itu inti dari musik yang hebat? Musik dimana kau melihat apa yang kau ingin lihat, juga melihat wajahmu di dalamnya?


Payung Teduh, teruslah sederhana.




 

(Album payung teduh yang saya beli di Aksara. Jadi teman sehari-hari di kantor ^_^)



Review ngaco ini ditulis oleh:
Halimah
-penulis amatiran yang takut sama lele-