Minggu, 11 Desember 2016

Resensi: PIKU (2015)



Nama Irffan (yang dalam beberapa film terakhir tidak lagi mau mencantumkan nama belakangnya, mungkin karena kita sudah punya cukup banyak "Khan" di industri film) adalah jaminan sebuah film adalah film yang baik atau tidak. Setidaknya bagi saya, saya tidak pernah kecewa sedikitpun dengan film-filmnya. Jika anda melihat nama Irffan di sebuah film Bollywood percayalah dia telah menimbang matang dan film tersebut tidak akan membuat anda merasa tertipu ketika menontonnya.

Demikian pula dengan "Piku". Meski poster film ini tampak sangat cheesy, seolah ini adalah film komedi remeh-temeh, tapi ini adalah film yang tidak pantas dilewatkan jika anda suka film dengan penulisan skenario yang intens, dimana karakter di dalamnya berkembang dengan natural. Tidak ada loncatan ekstrim pada alur cerita, namun emosi bisa terjalin dengan baik.

Tapi kita tidak akan berbicara tentang Irffan kali ini. Kita akan berbicara soal tokoh utama, tokoh yang masalah pencernaannya akan kita tonton dari awal hingga akhir film: Bashkor Mukherjee yang diperankan oleh Amitabh Bachchan.

Pada sebuah wawancara di acara talkshow "Coffee with Karan", Amitabh Bachchan berkata bahwa belum ada satupun film yang dia bintangi bisa dianggap sebagai film terbaiknya. "Yet to come," katanya. Ketika itu saya kira dia salah, dia sudah melakukan akting terbaiknya di film BLACK (2004) bersanding dengan Rani Mukherjee. Tapi setelah menonton Piku, saya paham bahwa The Big B adalah aktor yang tidak pernah berhenti mengembangkan dirinya. Meskipun dia pernah membintangi film sampah seperti "Buddha Hoga Tera Baap".

 Ide cerita Piku sangat sederhana. Piku adalah anak perempuan yang harus mengabdi dan menjaga ayahnya (Bashkor Mukherjee) yang memiliki masalah pencernaan akut. Meskipun yang bermasalah adalah pencernaannya, Bashkor percaya bahwa masalah itu akan mengundang masalah kesehatan lainnya. Sebab itu dia mengukur panas badannya dari jam ke jam, menyuruh Piku memeriksa tekanan darahnya setiap hari dan minta dikunjungi dokter pribadi setiap pagi. Bashkor ingin memastikan semua dalam keadaan baik-baik saja. Sekecil apapun kelainan yang dia rasakan di tubuhnya akan segera ia obati. Ia tidak ingin sakit parah. Ia tidak ingin mati dengan keadaan diinfus, ditanami ring di jatung atau mati menyedihkan di ruangan rumah sakit.

Sementara Irffan adalah seorang pemilik perusahaan taksi. Suatu hari, dia terjebak dalam tugas mengantarkan Piku dan Bashkhor ke Kolkata dengan perjalanan darat dari Delhi. Diperjalanan itulah ketiga tokoh ini mengaitkan emosi satu sama lain. Mereka saling teriak, saling mencurigai sekaligus saling menjaga. Terdengar klise? Ya, memang klise, seperti film-film yang menunjukkan perjalanan panjang. Akan ada cerita-cerita yang tidak diceritakan tokohnya untuk siapapun sebelumnya. Saya pribadi tidak terlalu suka bagian ini, meski banyak sekali adegan yang membuat saya tergelak tertawa.

Bagian yang menarik, bagi saya, justru terjadi ketika mereka telah tiba di Kolkata. Pertama, saya memang jatuh cinta dengan pemandangan kota ini sejak saya melihatnya dalam film The Namesake. Kedua, akting Amitabh Bachchan ketika dia mengelilingi Kolkatta dengan sepeda membuat saya merinding. Adegan tersebut berhasil merekam kebahagiaan aneh yang merayap di hati manusia ketika menziarahi kenangan.

Sementara itu Deepika Padukone, lewat perannya sebagai Piku, berhasil menunjukkan bahwa dia sudah jauh berproses dari gadis cantik yang hanya hadir sebagai hiasan di film pertamanya Om Shaati Om. Dia memerankan Piku dengan sangat baik. And Irffan is being Irffan: awesome as always.

Saya rasa, konflik keluarga yang mendalam hanya bisa ditemukan di film India. Peranan keluarga sangat penting di India dan kita tidak pernah bisa membahas keluarga dari segini sepasang orang tua dan anak-anaknya. Dalam tradisi India keluarga adalah seluruh elemen dari buyut, kakek-nenek, paman-bibi, ipar, tetangga sekaligus pembantu yang tinggal di satu rumah. Dan Piku adalah salah satu film yang mengelola emosi kekeluargaan tersebut dengan sangat baik.


7.5/10






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tiada kesan tanpa komentarmu...