Minggu, 30 Oktober 2016

Dunia yang Berengsek dan Seorang Laki-Laki yang Menangis




Gemuruh hujan sore tadi, menyisakan gerimis tipis di malam ini. Kita berjalan pelan-pelan di bawahnya, sedikit berjingkat menghindari genangan air di trotoar yang rusak.

"Kau mau minum?" tanyaku kepadamu lewat Whatsapp sekitar lima belas menit lalu.

"Kau mengajakku minum?" kau balik bertanya.

"Ya, aku tunggu kau di lobi."

"Sepuluh menit. Ada beberapa tulisan yang harus kuselesaikan, setelah itu aku turun."

Aku berdiri di lobi, di balik dinding kaca berwarna biru tua yang masih basah oleh titik-titik hujan. Aku terlalu gelisah untuk duduk. Sofa merah marun di tengah lobi tampak menyeramkan ketika sudah malam. Di tambah dengan lampu remang berwarna oranye di atasnya. Semua membuat suasana sangat muram. Seperti ada arwah penasaran yang melayang-layang diantara sofa dan lampu itu.

----

Kau datang lebih awal dari yang aku perkirakan. Begitu cepat, tidak sampai sepuluh menit seperti yang kau bilang sebelumnya. Dan begitu kau mendekat aku bisa mencium bau parfum yang baru kau semprotkan di leher. Ada sedikit bercak basah di kerah depan kemeja birumu.

"Tidak lembur malam ini?" tanyaku sambil berjalan menuju pintu. Kau mengikuti di belakangku.

"Pekerjaan sialan itu, meski aku mengerjakannya sampai aku mati kelelahan, tidak akan ada habisnya. Dan meskipun aku menyelesaikan semuanya tepat waktu, mereka akan tetap menemukan kesalahan untuk memarahiku. Pada dasarnya memang mereka mencari alasan untuk marah, kukira."

"Sepertinya kau capek sekali. Apa tidak sebaiknya kita minum alkohol saja?" tanyaku sambil menengadahkan tangan ke langit dan mendapati telapak tanganku menjadi lembab.

Kau tidak menjawab, tapi aku bisa mendengar langkah kakimu mengikutiku di belakang. Aku sampai harus menoleh untuk mendapat jawabanmu. Kuperhatikan agak lama matamu yang lelah di balik kacamata tanpa bingkai itu. Rambutmu sedikit basah oleh gerimis. Kau tersenyum tipis.

"Tidak usah," tolakmu sopan.

Kita berjalan menuju lampu merah, beberapa ratus meter dari gedung 14 lantai yang kita tinggalkan. Gedung itu, sama seperti lobinya, tampak muram di malam hari.

"Kudengar orang-orang akan merasa lebih baik jika minum alkohol di tengah pekerjaan yang menjemukan. Jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik, akan kutemani kau minum. Aku akan memandangimu sambil minum air lemon dingin," kataku.

"Tidak malam ini. Aku sedang tidak berselera. Aku akan minum apapun yang kau ingin minum. Memangnya kau ingin minum apa?"

"Aku tidak sedang ingin minum. Kalau aku ingin minum, aku akan menyeduh satu dari sekian banyak jenis minuman yang disediakan di pantry kantor kita. Aku gelisah, aku hanya ingin berbicara."

"Berbicaralah," katamu

"Aku mendengarkan,"katamu lagi.

----

Tanpa sepengetahuanmu, aku menangis. Sambil mendengar suara ketukan sepatumu di trotoar, menyadari kau mengikuti langkahku, aku menangis diam-diam. Kau tidak mengatakan apapun. Kau hanya mengikuti aku.

Ketika aku bilang aku hanya ingin berbicara, kau membalasnya dengan cara yang tidak aku duga. Kau tidak bertanya dengan cerewet, 'soal apa?', 'kau ada masalah apa?', 'kau kenapa, sih?'. Kau hanya menyuruhku bicara. Dan kau mendengarkan, tambahmu, membuat aku semakin ingin menangis.

Di dunia yang palsu dan menjemukan ini, sepertinya hanya kau yang mengerti kebutuhan dasar itu: didengarkan. Tanpa harus banyak bertanya. Aku senang sekali kamu bersedia berjalan di belakangku, di tengah gerimis begini, dengan sepatu hak tinggi yang tentu saja tidak nyaman untuk berjalan di trotoar Jakarta yang buruk.

Tiba-tiba kau menggenggam tanganku. Jari-jarimu yang pendek dan kurus itu mencoba menggenggam seluruh telapak tanganku.

"Menangislah. Aku tahu rasanya menyesakkan. Kau pasti ingin sekali berteriak. Tapi alih-alih berteriak, kau boleh menggenggam tanganku kencang-kencang," katamu lembut.

"Bagimu, apakah ini tidak memalukan?" tanyaku tersendat, tersedak air mataku sendiri. Dada dan kepalaku seperti dipenuhi udara. Aku merasa pengap.

"Karena kau laki-laki dan kau menangis?" tanyamu. Aku mengangguk.

"Tuhan! Tentu saja tidak," tegasmu. "Pasti susah sekali bagi kalian, para laki-laki. Kalian tidak boleh menangis keras-keras di dunia yang begini berengsek. Dan berat juga bagi kami, para perempuan. Kami selalu diharapkan menjadi pihak yang menangis. Jadi pihak yang harus dipeluk erat dan ditenangkan. Pada dasarnya dunia ini memang berengsek."

"Ya, aku iri sekali. Aku ingin menangis, dipeluk lalu ditenangkan seperti seorang perempuan."

Kau menghentikan langkahmu. Aku juga. Lalu kita saling berhadapan.

"Menangislah. Aku akan memeluk dan menenangkanmu, seperti seorang manusia. Seperti sepantasnya seorang manusia diperlakukan," katamu.

Lalu kita berpelukan.

----

Jumat, 21 Oktober 2016

Catatan Perjalanan Digital: 7 Hari, 7 Trending

"Bisa enggak kira-kira kita bikin trending topic seminggu?"

Beberapa minggu sebelum pengumuman kelolosan verifikasi parpol baru oleh Kemenkumham, Sekjen DPP PSI, Raja Juli Antoni,  menanyakan itu pada saya.

"Kalau kita lolos verifikasi partai baru, bisa enggak kita bikin rame sosmed? Kita bikin trending topic setiap hari, selama seminggu?"

"Bisa, Pak."

"Yakin?"

"Tujuh trending dalam tujuh hari, kan? Bukan mempertahankan trending selama tujuh hari tujuh malam?"

"Bukan. Jadi setiap hari ada satu hashtag kita yang jadi trending. Dua atau tiga jam per hari, okelah saya rasa."

"Bisa, Pak."

"Oke, atur kalau gitu."

----

MAMPUS GUE. MATI AJALAH. MANA MUNGKIN BISA.

Berbeda dengan jawaban yakin saya di ruang rapat, ketika kembali ke meja saya, saya mengumpat dalam hati. Di kepala saya mulai tergambar keruwetan yang saling melilit satu sama lain. Saya harus mencari 7 hashtag yang catchy. Membuat penjelasan tentang masing-masing hahstag agar bisa diterjemahkan dalam materi berupa gambar, video, poster dan lain-lain. Dan yang paling penting: ini adalah berita besar. Berita ini ditunggu oleh anak muda dari seluruh penjuru Indonesia. Mereka yang telah mengucurkan keringat, bahkan darah untuk mewujudkan kelolosan parpol baru: Partai Solidaritas Indonesia.


"Oke, tenang, Halimah. Toh selama ini sudah berhasil bikin beberapa trending. Teman-teman di wilayah sudah dapat pelatihan medsos, pasti mereka sudah lebih siap sekarang," kata saya dalam hati.

Tarik napas, seduh teh dan mulai menulis alternatif-alternatif hashtag.


"YA KALI TUJUH TRENDING BERTURUT-TURUT. BRAND BESAR AJA SAMPAI NYEWA TENAGA AGENCY UNTUK BIKIN TRENDING SEHARI. LO ANAK INGUSAN BARU KENAL SOSMED KEMARIN SORE UDAH PE-DE BIKIN TUJUH HARI SEKALIGUS?"


Tarik napas lagi. Jedotin kepala ke meja. Menyesal sudah sok oke di rapat tadi.

----

Dan benar saja, persiapannya sangat-sangat rumit. Meeting berkali-kali, berkali-kali, rombak hashtag, menyiapkan TOR dan timeline yang direvisi berkali-kali. Di tengah jalan saya hampir menyerah dan melaporkan kepada sekjen kalau ini semua rasanya mustahil. 


Tantangannya adalah  membuat brief se-detail mungkin, dengan bahasa se-sederhana mungkin agar tidak ada yang salah paham dan membuat materi yang tidak satu suara. Tantangan lain adalah meminta teman-teman di daerah untuk membuat akun twitter. Saya paham betul sebagian besar dari mereka tidak punya fasilitas sebagus kita yang bisa mengakses internet kencang dengan harga terjangkau di Jakarta.


Tapi malam itu saya menarik memori ke setahun yang lalu. Satu tahun lalu saya adalah guru TK, orang yang sehari-hari bergumul dengan papan tulis, krayon, kertas warna-warni dan tangis-tawa anak-anak. Malam itu, saya adalah seorang yang setiap hari bergumul dengan sosial media dan partai politik. Saya tidak boleh membatasi diri. Ada ruang yang begitu luas yang bisa saya eksplorasi.

Saya sudah berkeliling beberapa provinsi, bertemu langsung dengan anak-anak muda hebat yang begitu bersemangat mempelajari sosial media di tengah sulit dan mahalnya akses internet. Ketika sedang berada di Bengkulu,  seorang bro mengatakan dia harus pergi ke luar dari desanya untuk mengakses jaringan telepon selular dan telepon. Namun dia masih bersemangat mendengarkan materi yang saya sampaikan.


Saya tidak boleh meragukan kemampuan anak-anak muda dengan semangat belajar yang tinggi. Saya hanya membantu menyediakan peta, merekalah yang sebenarnya bertarung dan menjelajah.


Saya memutuskan untuk lanjut!

----
HARI PERTAMA

Setelah melewati serangkaian keribetan, bahkan di detik-detik terakhir sebelum hashtag pertama diluncurkan, akhirnya pertarungan dimulai. Hari itu, bisa dibilang saya mengetik nyaris seluruh huruf dengan jari gemetar.

Gemetar mendengar kabar gembira yang tiba-tiba menghentak dari kantor Kemenkumham. PSI lahir sebagai satu-satunya parpol baru yang berhasil meloloskan diri dari verifikasi Kemenkumham di tahun 2016. Kebahagiaan yang menggetarkan dada ribuan anak muda yang sudah bersusah-payah melahirkan partai ini di tengah banyak sekali kesulitan dan kesederahaan.


Kebahagiaan itu membuat Hashtag kami begitu cepat meledak. Kurang dari satu jam #PSIsatu2nyaPartaiBaru sudah melesat ke puncak TT Indonesia dan bertahan di sana hingga nyaris 4 jam. Misi hari pertama berhasil ditunaikan.

7 Oktober 2016




HARI KEDUA

Pagi sekali, saya kembali mengecek Twitter dan ternyata hashtag hari pertama masih berada di urutan Trending no.3. Saya terkejut sekaligus bahagia dan secara sedikit gegabah, memutuskan untuk menggunakan hashtag yang sama untuk dilanjutkan di hari kedua. Dan hasilnya, hashtag kami hanya bertahan sangat sebentar di jajaran Trending.


Tapi saya tidak terlalu kecewa karena; pertama, dari awal kami sudah memprediksi susahnya menaikkan trending di hari Sabtu atau Minggu dan kedua sebentar atau lama, trending adalah trending hehehe.



HARI KETIGA

9 Oktober 2016




Di hari ketiga, ada yang mengatakan bahwa kami sempat mencapai posisi puncak. Tapi dalam catatan saya, hashtag kami hanya sampai di posisi kedua. Namun bertahan sangat lama hingga sampai 5 jam.


HARI KEEMPAT


10 Oktober 2016

Ini adalah trending yang bertaha paling lama. Nyaris 7 jam, meski tidak berhasil menaiki posisi puncak.


HARI KELIMA

11 Oktober 2016
Ini adalah hashtag dengan performa terbaik kedua setelah #PSIsatu2nyaPartaiBaru. Melesat ke puncak dalam 1 jam, dengan live tweet langsung dari Konferensi Pers yang diadakan DPP PSI di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.


HARI KEENAM

12 Oktober 2016

Hashtag ini sempat terseok-seok di posisi 5 turun ke 6 naik lagi ke 5. Tapi pada akhirnya kami berhasil menaikkannya ke puncak.


HARI KETUJUH

13 Oktober 2016

Ini adalah hashtag paling menguras tenaga. Hari terakhir, kami ingin sekali mengakhirinya dengan hashtag yang bertahan lama di posisi puncak. Tapi sayangnya, hari itu bertepatan dengan #NoBraDay, sebuah kampanye internasional untuk kesadaran akan kanker payudara. Kampanye baik tersebut menjadi kontroversi karena sebagian orang bodoh berotak kotor berpikir #NoBraDay adalah sebuah aksi pornografi. Karena kontoversi itu hashtag #NoBraDay berada di puncak TT selama 24 jam. dan kami mentok di posisi 2. Puncak atau bukan, Trending adalah trending. Hehe.


----

Catatan ini terlambat ditulis, tapi saya tetap ingin menuliskannya. Ini akan menambah satu lagi jejak digital saya dan teman-teman saya di Partai Solidaritas Indonesia. Ini adalah pengingat bahwa kami bahu-membahu belajar dan mempraktekkan demokrasi digital. Ini adalah kenangan manis bahwa kami pernah mengukir keberhasilan bersama. Ini adalah catatan perjalanan digital kami, semoga kamu menyukainya.