Minggu, 14 September 2014

Sebuah Jendela yang Cukup Besar untuk Membuang Semua

Tadi malam, dalam kepala saya, saya sedang mencari sebuah jendela. Sebuah jendela yang cukup besar untuk membuang banyak benda.


Saya ingin membuang laptop, mengosongkan rak dan membuang buku-buku di dalamnya (terutama buku Murakami. Ya, terkutuklah kau, Murakami!). Membuang tiket perjalanan yang selalu saya kumpulkan (tiket pesawat, tiket kereta api, tiket bus, kartu transjakarta, tiket masuk taman hiburan). Membuang tumpukan naskah yang ditolak penerbit, sekaligus membuang surat penolakannya. Mencabuti nota-nota kecil yang tertempel di dinding kamar, berisi coretan motivasi, halaman yang belum saya kerjakan, plot-plot kecil, quote dan tugas-tugas.


Membuang surat-surat yang saya simpan. Membuang sisa-sisa bungkus obat yang pernah saya minum (saya melakukannya untuk mengingatkan diri sendiri atas apa yang pernah saya lakukan pada tubuh saya).

Saya ingin membuang semuanya. Saya ingin tahu siapa saya tanpa mereka semua.


Dalam kepala saya, saya bertanya; kalau semua ini saya buang, apakah hidup saya akan jadi lebih ringan atau saya akan jadi sebuah ruang hampa berbentuk Halimah di semesta?


A Halimah-shaped hole in the universe.

Semesta ini sudah berlubang. Atau sejatinya, semesta memanglah sebuah lubang besar?